Instankaltim.com – Kutim – Dua perusahaan di Kutai Timur (Kutim) yang bergerak pada sektor perkebunan kelapa sawit mendapatkan prapor merah dalam pengelolaan lingkungan hidup oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Perusahaan yang dimaksud yakni PT. Long Bagun Prima Sawit yang beroperasi di Batu Lepoq, Kecamatan Karangan, dan PT. kecamatan PT. Indonesia Plantation Synergy di wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy, Sangkulirang.
Terkait pencapaian prapor merah 2 perusahaan yang dinilai tidak taat dalam perundang-undangan pengelolaan lingkungan hidup, ditanggapi DLH Kutim yang baru mengetahui informasi itu.
Menurut Taufikurrahman selaku pejabat fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Hidup DLH Kutim, mengatakan pihaknyan tidak disertakan dalam proses penilaian proper perusahaan oleh KLHK.
“Jadi kalau propernas itu semua data masuk di KLHK dan tim dinilai dari tim penilaian pusat. Penilaian itu cuma KLHK dan perusahaan sendiri yang tau, daerah tidak terlibat,” kata Taufikurrahman.
Sementara itu, Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan, Nur Rahmi mengaku dari DLH belum ada penyebarluasan pemahaman ataupun imbauan terkait pengelolaan lingkungan ke perusahaan.
“Sosialisasi ke perusahaan itu belum ada, kalau kita bicara sosialisasi ya. Tetapi untuk setiap tahunnya kita tetap melakukan pengawasan,” ucap Nur Rahmi saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (6/6/2024).
Namun untuk mengoptimalkan upaya pengawasan tersebut belum maksimal dilakukan ke seluruh perusahaan. Dikatakanya pihaknya masih mengalami sejumlah kendala dalam pelaksanaannya, termasuk minimnya biaya operasional.
“Cuma pengawasan itu tidak bisa dilakukan ke seluruh perusahaan, karena kita terkait dengan keterbatasan anggaran. Jadi yang tadinya pengawasan secara acak, sekarang pakai sistem prioritas,”ungkapnya.
Ia menyebut seharusnya DLH menerima laporan pengelolaan lingkungan hidup setiap tahunnya berdasarkan hasil pengawasan ke perusahaan yang dilakukan setiap tahunnya.
“Harusnya ada, karena ini terkait kinerja kita di lingkungan hidup. Agar tahun sebelumnya terlihat perusahaan itu tidak taat, tahun selanjutnya kita bisa evaluasi lagi,” ucapnya.
Adapun selain keterbatasan anggaran, masih ada sejumlah kendala lain yang menjadi persoalan, “jumlah pengawas yang minim dan kita hanya punya 7 pengawas, sedangkan perusahaan yang mempunyai ijin di Kutim itu banyak,” bebernya.
“Ada 130 lebih perusahaan yang memiliki ijin, dan untuk satu perusahaan saja kita tidak cukup 3 hari untuk pengawasan. Makanya kenapa Kantor DLH ini terlihat sepi terus, karena sebagian besar kita turun ke lapangan,” ulasnya.(Adv/Dik).