Instankaltim.com – Sangatta – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutim menggelar rembuk stunting di D’Lounge Hotel Royal Victoria, Senin (25/3/2024).
Kegiatan itu dibuka oleh Wakil Bupati Kasmidi Bulang dan tampak hadir juga Ketua TP-PKK Kutim Siti Robiah, Staf ahli Bidang Perekonomian Pembangunan dan Keuangan Sulastin, perwakilan Camat se-Kutim, PLKN se-Kutim dan undangan lainnya.
Pada kesempatan tersebut, Wakil Bupati Kasmidi Bulang mengatakan stunting di Kabupaten Kutim mengalami penurunan. Pada 2023 angka prevalensi stunting adalah 17,04 persen. berdasarkan Data e-PPBGM Semester 1 dan 2 di 2024 Angka prevalensi resiko stunting turun menjadi 16,4 persen di Bulan Februari berdasarkan kondisi riil Dinkes Kutim.
“Hal ini berhubungan erat dengan pencapaian target Nasional di tahun 2024 yaitu sebesar 14 persen. Hal itu merupakan kabar gembira namun kita harus tetap mengupayakan lebih baik lagi agar Kabupaten Kutim bebas stunting,” kata Kasmidi.
Selain itu, hal penting yang harus diperhatikan adalah kualitas data. Perbaikan data stunting yang akan menjadi rujukan untuk perencanaan monitoring dan evaluasi intervensi stunting, hendaknya dilakukan dengan memperhatikan validitas dan akurasi data.
Pengumpulan data yang baik dimulai ketika alat ukur yang digunakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Juga petugas yang memiliki kapasitas yang sama dan terlatih, prosedur pendataan dipenuhi serta cakupan data yang dikelola dan diukur.
“Saya minta ditingkat desa atau kelurahan, bidan desa dan petugas gizi puskesmas secara bersama sama dengan kader Tim Pendamping Keluarga (TPK) masing-masing desa atau kelurahan untuk melakukan penelusuran, penemuan bayi dan balita yang berpotensi stunting. Yaitu Balita yang 2 bulan berturut-turut berat badannya tidak naik, balita dengan gizi yang buruk dan gizi kurang. Balita yang berpotensi stunting ini yang harus ditangani tidak hanya oleh petugas puskesmas tapi juga melibatkan dokter anak,” tegasnya.
Kepada para Camat, ia juga menginstruksikan agar memfasilitasi dan mengkomodir desa dan kelurahan. Pastikan kegiatan untuk penurunan dan pencegahan stunting di tingkat desa dan kelurahan, telah dialokasikan. Melalui dana desa (DD) atau dana yang dikelola oleh kelurahan.
Kemudian melalui 5 layanan pokok yaitu Layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Konseling Gizi Terpadu, Perlindungan Sosial, Sanitasi dan Air Besih serta Layanan Pendidikan Anak Usia Dini.
Stakeholder harus mengambil peran untuk bekerja sama melakukan percepatan penurunan stunting di Kutim. Karena sangat diperlukan kolaborasi dalam intervensi. Baik sektor kesehatan maupun non kesehatan untuk keberhasilan penurunan stunting.
“Kolaborasi dapat dilakukan melalui pembangunan sanitasi, air bersih, penyediaan pangan yang aman dan bergizi serta pembekalan tentang pemahaman, kepedulian individu dan masyakarat untuk dapat mengoptimalkan perannya dalam upaya penanggulangan stunting,” urai Kasmidi yang juga menjabat Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kutim.
Sementara, Kepala BKKBN Kaltim Sunarto menyampaikan, intervensi yang dilakukan Pemerintah Indonesia terbagi menjadi dua yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif. BKKBN mengambil peran melaksanakan tugas pemberdayaan keluarga (intervensi sensitif) dalam cara Promosi dan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Pengasuhan pada Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan sejak saat kehamilan hingga anak berusia 2 (dua) tahun. Intervensi sensitif yang dilakukan oleh BKKBN direncanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan/intervensi spesifik. Dampaknya diharapkan sensitif terhadap keberhasilan proses pertumbuhan dan perkembangan anak periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).
“Pemberdayaan keluarga terhadap pengasuhan yang benar dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan keluarga terhadap sadar gizi dengan menerapkan prinsip gizi seimbang dan memberikan stimulasi yang tepat agar tumbuh kembang anak optimal,” imbuhnya.
Pemerintah berupaya keras untuk menghindarkan keluarga Indonesia terjebak pada neraka dunia semata untuk mewujudkan keluarga bahagia, hal ini penting karena keluarga adalah cerminan dari suatu negara. Keluarga sebagai unit terkecil dari sebuah negara. Jika keluarganya baik, keluarganya bahagia, maka negara itu otomatis secara teoritik juga akan bahagia.
“Semoga rembuk stunting ini, meningkatnya pemahaman keluarga yang mendapatkan informasi Program Bangga Kencana, dan Percepatan Penurunan Stunting. Kemudian meningkatnya komitmen pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten atau kota dalam pelaksanaan Program Bangga Kencana dan penyelenggaraan percepatan Penurunan Stunting. Terakhir peningkatnya peran aktif pemangku kepentingan atau mitra kerja dalam proses advokasi dan KIE Program Bangga Kencana dan penyelenggaraan percepatan Penurunan Stunting,” singkatnya. (*)