Fraksi Nasdem DPRD Kutim Soroti RPJMD 2025–2029, Nilai Musrenbang Hanya Seremonial

Foto : Wakil Fraksi Nasdem DPRD Kutim, Aldryansyah.

Instankaltim.com – Kutim – Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) DPRD Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menyampaikan Pandangan Umum terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kutim Tahun 2025-2029 dalam Rapat Paripurna ke-47, di Ruang Sidang Utama DPRD Kutim, Selasa (15/07/2025).

Pandangan Umum Fraksi Nasdem disampaikan, Aldryansyah dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Kutim, Jimmi, didampingi Wakil Ketua II, Prayunita Utami. Turut hadir Wakil Bupati Kutim, Mahyunadi, 28 anggota DPRD Kutim lainnya, para Asisten Seskab, unsur Forkopimda, Kepala OPD dan tamu undangan lainnya.

Dalam penyampaiannya, Aldryansyah mengatakan salah satu pendekatan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah sebagaimana yang disebutkan dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2017 Pasal 7, huruf (c) adalah pendekatan Politis. Meskipun dalam Nota Pengantar Ranperda RPJMD Kutim Tahun 2025 –2029 telah dijelaskan bahwa penyusunan Ranperda RPJMD Kutim telah melalui berbagai tahapan penyusunan hingga melibatkan institusi akademik agar memiliki landasan ilmiah yang kuat dan realistis.

“Kami berharap agar Pemkab Kutim tetap terbuka terhadap berbagai saran dan masukan dari DPRD Kutim dalam proses pembahasan bersama. Oleh karena meskipun tim penyusun menyatakan telah memastikan seluruh aspirasi masyarakat tertuang dalam dokumen RPJMD selalu ada blind spot atau titik buta yang tidak disadari sebagai manusia biasa,” papar Aldryansyah.

Aldryansyah juga menyoroti perlunya mengevaluasi mekanisme pelaksanaan Musrenbang yang selama ini telah terbukti tidak optimal dalam menghasilkan perencanaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

“Faktanya, kegiatan musrenbang yang dilaksanakan, banyak ditinggalkan oleh masyarakat karena hanya dimaknai sebagai kegiatan seremonial,sebagai wadah pemerintah daerah mengumpulkan data pendukung untuk kegiatan musrenbang kecamatan dan kabupaten,” ujarnya.

Menurutnya, hal ini berdampak pada program-program yang disusun lebih merupakan rencana pembangunan kecamatan dan pemerintah kabupaten.

“Adapun pemenuhan beberapa usulan pembangunan yang menjadi aspirasi masyarakat melalui Musrenbang juga lebih cenderung dimaknai sebagai “kompensasi” atau “bagi-bagi kue pembangunan” bukan karena keberpihakan pemerintah daerah yang ingin memenuhi harapan, keinginan dan kebutuhan masyarakatnya,” tuturnya.

Ia juga menegaskan selama ini musrenbang desa masih bersifat formalitas dan belum mencerminkan partisipasi yang nyata. Prosesnya didominasi oleh pemerintah desa, hanya berupa paparan tanpa ruang diskusi atau negosiasi.

“Isi hasil Musrenbang pun kurang berkualitas, karena hanya berisi daftar kegiatan tanpa penjelasan tujuan, strategi, dan waktu pelaksanaan yang jelas. Selain itu, keterlibatan stakeholder tidak menyeluruh, hanya melibatkan tokoh-tokoh tertentu dan belum mewakili seluruh elemen masyarakat,” pungkasnya.(Her).

Exit mobile version